Selasa, 18 Agustus 2009

hari ini cerah
esok hujan
kemarin mendung
kemaarin lusa panas bercampur hujan

memang hidup seperti cuaca
hujan
panas
hujan dan panas

tetap menatap matahari

Selasa, 09 Juni 2009

MAKALAH SEMANTIK 2 “MAKNA”

MAKALAH
SEMANTIK 2
“MAKNA”
















OLEH:
Nama: Nopi Andri
NPM: 06410397




JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
IKIP PGRI SEMARANG
2009




BAB II
PEMBAHASAN

A.Pengertian Makna
Semantik merupakan salah satu bidang semantik yang mempelajari tentang makna. Pengertian dari makna sendiri sangatlah beragam. Mansoer Pateda (2001:79) mengemukakan bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan istilah yang membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata maupun kalimat. Menurut Ullman (dalam Mansoer Pateda, 2001:82) mengemukakan bahwa makna adalah hubungan antara makna dengan pengertian. Dalam hal ini Ferdinand de Saussure ( dalam Abdul Chaer, 1994:286) mengungkapkan pengertian makna sebagai pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu tanda linguistik.
Dalam Kamus Linguistik, pengertian makna dijabarkan menjadi :
1. maksud pembicara;
2. pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia;
3. hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidak sepadanan antara bahasa atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjukkannya,dan
4. cara menggunakan lambang-lambang bahasa ( Harimurti Kridalaksana, 2001: 132).

B. Jenis Makna
1. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Makna leksikal ialah makna kata secara lepas, tanpa kaitan dengan kata yang lainnya dalam sebuah struktur (frase klausa atau kalimat).
Contoh:
rumah : bangunan untuk tempat tinggal manusia
makan : mengunyah dan menelan sesuatu
makanan : segala sesuatu yang boleh dimakan
Makna gramatikal (struktur) ialah makna baru yang timbul akibat terjadinya proses gramatikal (pengimbuhan, pengulangan, pemajemukan).
Contoh:
berumah : mempunyai rumah
rumah-rumah : banyak rumah
rumah makan : rumah tempat makan
rumah ayah : rumah milik ayah

2. Makna Denotasi dan Konotasi
Makna denotatif (referensial) ialah makna yang menunjukkan langsung pada acuan atau makna dasarnya.
Contoh:
merah : warna seperti warna darah.
ular : binatang menjalar, tidak berkaki, kulitnya bersisik.
Makna konotatif (evaluasi) ialah makna tambahan terhadap makna dasarnya yang berupa nilai rasa atau gambar tertentu.
Contoh:
Makna dasar Makna tambahan
(denotasi) (konotasi)
merah : warna …………………… berani; dilarang
ular : binatang ………………… menakutkan/ berbahaya
Makna dasar beberapa kata misalnya: buruh, pekerjaan, pegawai, dan karyawan, memang sama, yaitu orang yang bekerja, tetapi nilai rasanya berbeda. Kata buruh dan pekerja bernilai rasa rendah/ kasar, sedangkan pegawai dan karyawan bernilai rasa tinggi.
Konotasi dapat dibedakan atas dua macam, yaitu konotasi positif dan konotasi negatif.
Contoh:
Konotasi positif Konotasi negatif
suami istri laki bini
tunanetra buta
pria laki-laki
Kata-kata yang bermakna denotatif tepat digunakan dalam karya ilmiah, sedangkan kata-kata yang bermakna konotatif wajar digunakan dalam karya sastra.

C. Relasi Makna
Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lain.
Masalah-masalah yang dibicarakan pada relasi makna :
1. Sinonim : hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna
antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya.
Contoh : benar = betul.
Faktor ketidaksamaan dua buah ujaran yang bersinonim maknanya tidak akan
sama persis adalah :
a. Faktor waktu, contoh : hulubalang dan komandan
b. Faktor tempat, contoh : saya dan beta
c. Faktor keformalan, contoh : uang dan duit
d. Faktor sosial, contoh : saya dan aku
e. Faktor bidang kegiatan, contoh : matahari dan surya
f. Faktor nuansa makna, contoh : melihat, melirik, menonton
2. Antonim : hubungan semantik dua buah satuan ujaran yang maknanya
menyatakan kebalikan, pertentangan dengan ujaran yang lain.
Contoh : hidup x mati
Jenis antonim :
a. Antonim yang bersifat mutlak, contoh : diam x bergerak
b. Antonim yang bersifat relatif / bergradasi, contoh : jauh x dekat
c. Antonim yang bersifat relasional, contoh : suami x istri
d. Antonim yang bersifat hierarkial, contoh : tamtama x bintara
3. Polisemi
Adalah kata yang mempunyai makna lebih dari satu.
Contoh : kata kepala : 1. Kepala yang berarti bagian tubuh yang bagian atas.
2. Kepala yang menyatakan pimpinan
4. Homonim
Adalah dua kata kebetulan bentuk, ucapan, tulisannya sama tetapi beda makna.
Contoh : Bisa : 1. Bisa yang berarti racun
2. Bisa yang berarti dapat atau mampu
5. Homofon
Adalah dua kata yang mempunyai kesamaan bunyi tanpa memperhatikan
ejaanya, dengan makna yang berbeda.
Contoh : 1. Bang : sebutan saudara laki-laki
2. Bank : tempat penyimpanan dan pengkreditan uang
6. Homograf
Adalah dua kata yang memiliki ejaan sama, tetapi ucapan dan maknanya beda.
Contoh : 1. Apel : buah
2. Apél : rapat, pertemuan
7. Hiponim dan hipernim
Hiponim adalah sebuah bentuk ujaran yang mencakup dalam makna bentuk ujaran lain. Hipernim adalah bagian dari hiponim.
Contoh : Hiponim : buah-buahan
Hipernim dari buah-buahan misalnya anggur.
6. Ambiguiti / Ketaksaan
Adalah gejala yang terjadi akibat kegandaan makna akibat tafsiran gramatikal
yang berbeda. Tergantung jeda dalam kalimat.
7. Redundansi
Adalah berlebih-lebihannya penggunaan unsur segmental dalam suatu bentuk
ujaran.

D. Perubahan Makna
1. Perluasan Makna (generalisasi)
Perluasan makna ialah perubahan makna dari yang lebih khusus atau sempit ke yang lebih umum atau luas. Cakupan makna baru tersebut lebih luas daripada makna lama.
Contoh:
makna lama makna baru
bapak: orang tua laki-laki semua orang laki-laki yang lebih tua atau
berkedudukan lebih tinggi.
saudara: anak yang sekandung semua orang yang sama umur/ derajat.
2. Penyempitan Makna (Spesialisasi)
Penyempitan makna ialah perubahan makna dari yang lebih umum/ luas ke yang lebih khusus/ sempit. Cakupan baru/ sekarang lebih sempit daripada makna lama (semula).
Contoh:
makna lama: makna baru:
sarjana : cendikiawan . lulusan perguruan tinggi
pendeta : orang yang berilmu guru Kristen
madrasah : sekolah sekolah agama Islam
3. Peninggian Makna (ameliorasi)
Peninggian makna ialah perubahan makna yang mengakibatkan makna yang baru dirasakan lebih tingg/ hormat/ halus/ baik nilainya daripada makna lama.
Contoh:
makna lama: makna baru:
bung : panggilan kepada orang laki-laki panggilan kepada pemimpin
putra : anak laki-laki lebih tinggi daripada anak
4. Penurunan Makna (Peyorasi)
Penurunan makna ialah perubahan makna yang mengakibatkan makna baru dirasakan lebih rendah/ kurang baik/ kurang menyenangkan nilainya daripada makna lama.
Contoh:
makna lama: makna baru:
bini: perempuan yang sudah dinikahi lebih rendah daripada istri
bunting: mengandung lebih rendah dari kata hamil
5. Persamaan (asosiasi)
Asosiasi ialah perubahan makna yang terjadi akibat persamaan sifat antara makna lama dan makna baru.
Contoh:
makna lama: makna baru:
amplop : sampul surat uang sogok
bunga : kembang gadis cantik
Mencatut: mencabut dengan catut menarik keuntungan
6. Pertukaran (sinestesia)
Sinestesia ialah perubahan makna akibat pertukaran tanggapan dua indera yang berbeda dari indera penglihatan ke indera pendengar, dari indera perasa ke indera pendengar, dan sebagainya.
Contoh:
suaranya terang sekali (pendengaran penglihatan)
rupanya manis (penglihat perasa)
namanya harum (pendengar pencium)



BAB I
PENDAHULUAN

Bahasa merupakan sistem komunikasi yang amat penting bagi manusia. Bahasa merupakan alat komunikasi manusia yang tidak terlepas dari arti atau makna pada setiap perkataan yang diucapkan. Sebagai suatu unsur yang dinamik, bahasa sentiasa dianalisis dan dikaji dengan menggunakan perbagai pendekatan untuk mengkajinya. Antara lain pendekatan yang dapat digunakan untuk mengkaji bahasa ialah pendekatan makna. Semantik merupakan salah satu bidang semantik yang mempelajari tentang makna.
Lalu apakah pengertian dari makna, jenis-jenis dari makna, dan relasi makna? Menurut Mansoer Pateda (2001:79) bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan istilah yang membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata maupun kalimat. Ada beberapa jenis makna, antara lain makna leksikal, makna gramatikal, makna denotasi, dan makna konotasi. Selain itu, ada juga yang disebut relasi makna yaitu Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lain.
Pada bagian selanjutnya dari makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai pengertian makna, jenis-jenis dari makna, dan relasi makna.









BAB III
PENUTUP

A.Simpulan
Bahasa merupakan alat komunikasi manusia yang tidak terlepas dari arti atau makna pada setiap perkataan yang diucapkan. Semantik merupakan salah satu bidang semantik yang mempelajari tentang makna.
Pengertian dari makna sendiri sangatlah beragam. Dalam Kamus Linguistik, pengertian makna dijabarkan menjadi :
1. maksud pembicara;
2. pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia;
3. hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidak sepadanan antara bahasa atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjukkannya,dan
4. cara menggunakan lambang-lambang bahasa ( Harimurti Kridalaksana, 2001: 132).

B.Saran
Semantik merupakan cabang linguistik yang penting dipelajari. Dengan mempelajari semantik, kita akan tahu tentang makna-makna bahasa, karena semantik adalah ilmu yang mempelajari tentang makna.














DAFTAR PUSTAKA

geocities.com/dicoba83/Semantik_files/semantik.pdf
http://cakrabuwana.files.wordpress.com/2008/09/rina-ekawati-bab-71.pdf
http://id.wikipedia.org/wiki/Semantik
http://endonesa.wordpress.com/bahasan-bahasa/makna/http://library.usu.ac.id/download/fs/06001583.pdf
http://one.indoskripsi.com/node/3241

Rabu, 27 Mei 2009

ide

aku sekarang g punya ide. selesai

Rabu, 20 Mei 2009

ASPEK PSIKOLOGI

ASPEK PSIKOLOGI TOKOH UTAMA
DALAM CERPEN MENANTI KEMATIAN KARYA JUJUR PRANANTO

Nopi Andri
NPM. 06410397
IKIP PGRI SEMARANG



ABSTRAK
Tulisan ini berjudul ’’Aspek Psikologi Dalam Cerpen Menanti Kematian Karya Jujur Prananto”. Adapun dalam permasalahan dalam tulisan ini adalah bagaimana wujud aspek psikologi tokoh dalam cerita.
Tulisan ini merupakan tulisan berdasarkan penelitian kualitatif. Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan psikologi sastra. Dari hasil anilisis ditemukan bahwa aspek psikologi terungkap dari kebingungan tokoh utama dalam menghadapi masalah. Budiman adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Ketiga saudaranya bekerja di luar negeri. Setelah perusahaan tempat bekerjanya bangkrut ia mengalami kesulitan keuangan. Ia harus membayar hutang 100 juta dari perusahaanya sekaligus membiayai biaya rumah sakit ayahnya. Dalam keadaan ini, ia mendapatkan pekerjaan yang akan menyelesaikan semua masalah keuangannya, akan tetapi ia harus meninggalkan ayahnya sendiri. Ia bingung untuk memilih apakah tetap menemani ayahnya yang sudah tua dan sakit yang artinya tetap berada dalam keadaan yang sulit atau menerima pekerjaan yang akan membebaskannya dari segala masalah keuangan dan artinya ia harus meninggalkan ayahnya.


Key words: aspek psikologi, tokoh utama, karya sastra











I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Karya sastra mempunyai dunia tersendiri yang berbeda dengan karya-karya bukan sastra. Karya sastra adalah kehidupan buatan atau rekaan sastrawan. Kehidupan dalam karya sastra adalah kehidupan yang telah diwarnai dengan sikap penulisnya, latar belakang pendidikannya, keyakinan dan sebagainya. Oleh karena itu kenyataan dan kebenaran dalam karya sastra tidak mungkin disamakan dengan kenyataan atau kebenaran yang ada di sekitar kita. Kebenaran dalam karya sastra adalah keyakinan bukan kebenaran indrawi seperti yang kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari (Suharianto,1982:11).
Di dalam kehidupan manusia terdapat berbagai pengalaman dan permasalahan. Melalui karya sastra, manusia dapat belajar dan menghayati berbagai masalah kehidupan yang sengaja ditawarkan pengarang. Cerpen merupakan bentuk karya sastra yang sekaligus disebut fiksi. Kebenaran dalam dunia fiksi adalah kebenaran yang sesuai dengan keyakinan pengarang, kebenaran yang telah diyakini keabsahannya sesuai dengan panangannya terhadap masalah hidup dan kehidupan. Sesuatu yang tidak mungkin terjadi dan tidak dianggap benar di dunia nyata dapat terjadi dan dianggap benar di dunia fiksi.
Melalui karyanya, sastrawan menampilkan perilaku, kepribadian, dan fenomena kejiwaan manusia melalui tokoh-tokoh yang ditampilkan dalam cerita yang secara imajinatif mampu menimbulkan citra atau bayangan-bayangan tertentu di dalam benak penikmatnya. Ia mampu membangkitkan perasaan-perasaan senang, sedih, marah, benci, dendam, dan sebagainya yang tercipta bukan karena adanya persamaan atau pertautan nasib, melainkan pengaruh teknik pengarang bercerita, piihan kata-katanya, susunan kalimatnya, penampilan tokoh-tokoh ceritanya dan sebagainya. Dalam hal ini sastrawan telah mengedepankan aspek-aspek psikologis dalam karya sastra.
Dalam cerpen Menanti Kematian karya Jujur Prananto, aspek-aspek psikologis terungkap dalam tokoh utama yang mengalami kebimbangan dalam menenukan pilihan. Tokoh utama mengalami pergulatan batin yang hebat dalam menentukan pilihan untuk keluar dari masalahnya. Ini terlihat dari cuplikan cerita berikut:
Budiman seketika terdiam. Temannya yang bekerja di agen tenaga kerja dibiarkannya terus bicara di telepon dengan penuh semangat. Tentang gambaran masa depan yang sangat cerah. Tentang jaminan kesejahteraan yang sudah jelas membayang di depan mata. Tentang sekian tahun lagi pulang ke Indonesia sebagai orang kaya..
Tetapi Budiman ak lagi menyimaknya. Perhatiannya lebih terarah ke sosok pria renta yang bebaring lemah di hadapannya. Dengan selang oksigen menempel di hidung. Dengan cairan infus yang mengalir lewat jarum yang menancap di pergelangan tangan. Dengan mata mengatup rapat. Dan kulit wajah yang pucat.

B. Rumusan Masalah
Dalam tulisan ini permasalahan yang diangkat adalah bagaimanakah wujud aspek psikologis pada tokoh utama dalam cerpen Menanti Kematian karya Jujur Prananto.











II. Pembahasan
A. Landasan Teori
Cerpen adalah salah satu bentuk karya sastra. Unsure pembangun dalam cerpen secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik sebuah cerpen adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. Unsur yang dimaksud misalnya tema, plot, penokohan, latar, sudut pandang penceritaan, gaya bahasa dan lain-lain. Sedangkan unsur ekstrisik adalah unsur-unsur yang berada d luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan karya sastra namun tidak ikut menjadi bagian di dalamnya. Menurut Wellek and Warren, unsur ekstrinsik karya sastra antara lain 1) keadaan subjektif individu pengarang 2) keyakinan 3) pandangan hidup 4) unsur biografi pengarang 5) psikologi pengarang 6) keadaan lingkungan pengarang, seperti ekonomi, politik, dan social 7) pandangan hidup bangsa 8) berbagai karya seni yang lain (Nurgiyantoro, 1994:24).
Dalam karya sastra, termasuk cerpen memuat aspek psikologis karena karya sastra selalu membahas tentang peristiwa kehidupan manusia yang menjadi cermin jiwanya. Oleh karena itu, karya sastra memiliki fungsi psikologis artinya karya sastra menjadi wahana menyampaikan pesan kejiwaan seperti rasa gembira, marah, takut, malu, dan sebagainya. Karya sastra merupakan hasil ungakapan kejiwaan pengarang yang berarti di dalamnya susunan kejiwaan pengarang baik pikir, suasana batin, atau suasana emosi (Roekhan, 1990:91).
Psikologi dan karya sastra memiliki hubungan fungsional, yaitu sama-sama berguna untuk mempelajari keadaan jiwa seseorang. Perbedaannya, gejala kejiwahan dalam psikologi adalah kejiwaan riil sedangkan kejiwaan dalam karya sastra bersifat imajinener. Keduanya saling melengkapi dan saling mengisi untuk memperoleh pemahaman yang lebih jelas dalam tehap kejiwaan manusia karena kemungkinan apa yang ditangkap oleh pengarang tidak dapat diamati oleh psikolog atau sebaliknya (Roekhman, 1990:93)
Aspek-aspek psikologis yang terkandung dalam karya sastra tampak melalui tokoh-tokohnya. Tokoh dalam cerita inilah yang mengemban dan menggambarkan peristiwa, perilaku, dan fenomena kejiwaan manusia dalam cerita fiksi.

B. Analisis
Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku manusia sebagai manifestasi kejiwaannya (Bimo Walgito, 1993:9). Sedangkan psikologi sastra adalah cabang ilmu sastra yang mendekati karya sastra dari sudut psikologi. Untuk dapat melihat dan mengenal manusia lebih mendalam diperlukan psikologi. Dalam karya sastra, aspek psikologi lebih menekankan pada bentuk-bentuk perilaku manusia yang ditampilkan melalui tokoh-tokoh dalam cerita. Oleh karena itu dalam kajian ini dititikberatkan pada masalah kepribadian tokoh dalam cerita.
Tokoh adalah pelaku rekaan yang mengalami peristiwa atau berkelakuan di berbagai pristiwa. Berdasarkan fungsi atau penting tidaknya kehadiran, tokoh cerita dibedakan:
1. Tokoh utama
Tokoh utama merupakan tokoh yang memegang peran penting dalam sebuah cerita (Sudjiman, 1990:64). Menurut Aminuddin (1987:80) untuk menentukan tokoh utama dalam cerita dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu 1) tokoh yang paling sering muncul dalam cerita 2) tokoh yang sering diberi komentar 3) melalui judul cerita. Dalam cerpen Menanti Kematian karya Jujur Prananto adalah Budiman.
2. Tokoh bawahan
Tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya di dalam cerita fiksi tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk menunjang atau mendukng tokoh utama (Sudjiman, 1998). Dalam cerpen Menanti Kematian karya Jujur Prananto, tokoh bawahan adalah Sarkawi dan Bapak dari Budiman.
Dalam cerpen Menanti Kematian karya Jujur Prananto, aspek psikologi terungkap melalui tokoh-tokoh dalam cerita, terutama tokoh utama. Dalam cerpen Menanti Kematian karya Jujur Prananto, tokoh utama adalah Budiman.
Budiman merupakan tokoh utama karena tokoh ini yang ditonjolkan dalam cerpen, kisahnya mendominasi isi cerita. Budiman dikisahkan sebagai anak ketiga dari empat bersaudara. Ketiga saudaranya berada di luar negeri. Ia hanya tinggal bersama bapaknya. Ia juga mengalami masalah keuangan setelah perusahaan tempatnya bekerja bangkrut.
Tak lama setelah ia meminjam uang perusahaan seratus juta lebih untuk membayar uang muka pembelian rumah, perusahaan itu bangkrut. Mantan bosnya memaksakan pengembalian semua piutang paling lama enam bulan. Tak ayal, dalam kondisi menganggur Budiman pontang-panting membayar sekaligus utang ke mantan bosnya dan cicilan kredit rumah. Istrinya tak tahan diteror para preman penagih utang, lalu memilih pulang kampong bersama anak-anak dan melupakan begitu saja metuanya yang tak berdaya. Sekian bulan kemudian ia terpaksa menyerahkan rumahnya ke bank lalu pindah ke sebuah kontrakan kecil. Sejak itu ia tinggal berdua dengan bapaknya, bertahan hidup dari penghasilan kerja serabutan ditambah kiriman dari kedua kakaknya yang datingnya tak menentu dan nilainya tak seberapa.

Budiman digambarkan sebagai seorang yang berbakti kepada orang tua. Ia merawat ayahnya sendiri walaupun ia sendiripun sedang dalam masalah. Setelah ada tawaran pekerjaan yang akan membebaskannya dari masalah keuangan bahkan yang akan membuatnya kaya ia masih berfikir menolaknya karena ia tidak tega meninggalkan ayahnya sendiri yang sedang sakit.
Budiman menghembuskan nafasnya keras-keras. ’’Jangan terlalu yakin saya mau menerima kerjaan itu”.
“Kenapa???”
“ saya enggak bisa ninggalin Bapak saya sendirian…..”

Selain itu Budiman juga di gambarkan sebagai seorang yang pekerja keras. Budiman bekerja serabutan dengan pendapatan kurang dari satu juta per bulan, ia harus membiayai biaya rumah sakit bapaknya yang besar dan harus segera meluansi hutang-hutangnya.
Budiman berdiri dan berjalan menghampiri petugas keuangan.
“Sampai kemarin malam total biaya senbilan juta lima ratus dua puluh tujuh rupiah, di luar obat-obatan yang yang di tebus langsung ke apotek”.
Budiman meninggalkan ruang administrasi rumah sakit dengan langkah lesu. Tetapi, lalu ia terhenti oleh sbuah panggilan yang serasa sangat dikenalnya.
“Budiman!”
Budiman menoleh. Tubuhnya seketika lemas. Si penagih hutang itu…!

Dalam cerpen Menanti Kematian karya Jujur Prananto, tokoh utama yaitu mengalami konflik dalam dirinya. Budiman bingung, di satu sisi ia harus merawat ayahnya yang sudah tua dan sekarang berada dirumah sakit yang dianggap ajalnya telah dekat, di sisi lain ia harus melunasi utang kepada bosnya dan keluar dari masalah ekonominya.
Budiman menangis dalam hatinya. Ia mulai membenarkan omongan Sarkawi yang menganjurkan meningggalkan bapaknya untuk menerima pekerjaan di luar negeri.
Si penagih utang ngeloyor pergi. Budiman mengejarnya. “Heh! Jangan ganggu lagi istriku!”
“Terserah kamu mau mbelain bapakmu atau istrimu. Kalau aku jadi kamu, aku pasti pilih belain istri. Tiap bulan tinggal kamu transfer gajinya dari luar negri. Aku yakin bapakmu enggak peduli mau dirawat sama anaknya atau bukan. Belum tentu juga dia ingat sama kamu. Lha wong sadar aja enggak.”

Kebingungan Budiman bertambah saat bapaknya mememinta untuk pulang dari rumah sakit dan Sarkawi mengatakan bahwa meminta pulang itu adalah tanda-tanda bapaknya akan meniggal. Sarkawi menambahkan bahwa semua ini adalah yang Budiman harapkan. Kebingungan bercampur dengan kemarahan saat Budiman mendengar perkataan sarkawi itu.
“Ssst… memang kamu enggak merasa semua ini seperti sudah diatur sama yang di atas? Kalau bapakmu pulang ke rumah terus meniggal, memang begitu kan yang kamu harapkan? Supaya kamu bisa lega berangkat ke luar negri.”
Budiman hendak berteriak marah, tetapi keburu terdengar bapaknya berbisik lagi. ”Pulang, Bud... Pulang.”

Setelah di rumah bapak Budiman kembali tak sadarkan diri dan ia panik ingin membawa bapaknya ke rumah sakit lagi. Akan tetapi Sarkawi mencegahnya untuk membawa bapaknya kembali lagi ke rumah sakit.
Dan kepanikan Budiman berubah menjadi kemarahan lagi saat Sarkawi mengatakan kembali bahwa keadaan bapaknya inilah yang diharapkan. Bapaknya meniggal dan ia bisa lega berangkat ke luar negri.
“Memang apa yang kamu harapkan dengan membawa bapakmu kembali lagi ke rumah sakit? Supaya sadar lagi? Supaya sembuh? Terus kamu binging lagi gimana harus berangkat ke luar negeri?”
Kali ini Budiman benar-benar marah dan mendorong tubuh sarkawi. ”Kamu memang sama sekali enggak punya perasaan.”

Akan tetapi pada kenyataanya Budiman mengikuti saran dari sarkawi, membiarkan bapaknya tinggal di rumah. Batin Budiman semakin tertekan ketika waktu untuk berangkat ke luar negri tiba sedangkan ayahnya tetap bergeming dari maut.
Dalam cerpen ini, dikisahkan akhir cerita bahwa di suatu malam Budiman akhirnya meningggal sedangkan bapaknya yang dikisahkan sedang menanti ajal tetap hidup. Meskipun dalam cerpen tidak dijelaskan dengan pasti apa yang menjadi sebab kematian Budiman tetapi dapat diketahui bahwa ia begitu sangat terbeban dengan masalah yang dihadapinya. Memilih antara bapaknya yang berarti tetap dengan keadaan yang sangat susah atau pergi meningggalkan bapaknya dan berarti hidup dalam kesenangan bahkan kaya.
”Jangan lupa Bud. Lima hari lagi kamu berangkat ke Dubai!”
Rombongan angota pengajian berdatangan ke rumah Budiman. Siang malam mereka berdoa, memohon agar ayah Budiman diringankan penderitaannya dan segera dipilihkan jalan terbaik untuknya. ”Kalau Engkau masih ingin memberinya kesembuhan, segera berilah kesembuhan, ya Allah. Kalau Engkau ingin memanggilnya, panggilah dia dalam keadaan bersih jasmani dan rohani.”
Tetapi, ayah Budiman tetap saja bergeming. Sampai hari keenam belas... hari ketujuh belas... hari kedelapan belas...
”Tiket pesawat sudah di-booking, Bud. Besok lusa kamu tinggal berankat ke bandara!”
Sebuah ambulans dengan sirene meraung-raung melesat kencang dan kemudian berhenti di depan rumah Budiman. Saat itu jam menunjukkan pukul sebelas menjelang tengah malam.
“Budiman! Kok enggak di angkat? Sudah tidur? Besok pagi kita beretemu di bandara ya. Jangan sampai telat.”
Ketua RT berikut belasan warga tergopoh-gopoh menyambut para petugas medis dan mempersilahkan mereka masuk ke dalam rumah. Seorang dokter segera mengambil stetoskop dan melakukan pemeriksaan jantung dan lainnya.
”Sudah meniggal,” ucap dokter pelan.
Para hadirin serentak bergumam, ”Innalillahi....”
Ketua RT menghampiri ayah Budiman, mendekatkan mulutnya ke telinga pria tua ini, tetapi begitu sulit untuk mulai bicara. ”Budiman, Pak...”
Ayah Budiman perlahan membuka matanya.
”Mana Budiman...? kenapa dia?”























III. Penutup
Simpulan
Dalam cerpen Menanti Kematian karya Jujur Prananto, dapat di tarik kesimpulan bahwa tokoh utama yaitu Budiman mengalami pergelutan batin yang sangat hebat karena ia tak dapat memilih apa yang harus dilakukannya. Budiman mengalami kebimbangan, kemarahan, dan kesedihan.
Tokoh utama, Budiman tidak mampu menghadapi masalahnya. Di saat yang sama Budiman menghadapi tekanan waktu. Ajal ayahnya yang diperkirakan sebentar lagi akan tiba pada kenyataanya ayahnya tetap hidup. Di lain sisi waktu keberangkatan keluar negri yang merupakan kesempatan untuk mengatasi semua masalah keuangan telah tiba. Di saat inilah Budiman sangat tertekan dan di temukan meninggal di rumahnya.
Ajal memang tak ada yang tahu kapan datangnya. Ayahnya yang telah tua dan sakit yang diperkirakan kematian akan segera menjemputnya pada kenyataanya tetap hidup. Sedangkan Budiman yang sehat secara fisik ditemukan meniggal saat keberangkatannya ke luar negeri telah tiba. Meskipun tidak dijelaskan secara pasti apa penyebab kematian Budiman, akan tetapi pembaca dapat memperoleh gambaran bahwa Budiman sangat terbebani dengan masalahnya. Pembaca dapat menangkap bahwa kematian Budiman terkait dengan konflik batinnya.







Daftar Pustaka

Noor, redyanto. 2007. Pengkajian Sasta. Semarang: Fasindo Universitas Diponegoro Semarang.
Prananto, jujur. 2009. Cerpen: Menanti Kematian. Jakarta: Kompas.
Sri rahayu, endah. 2007. Aspek Psikologi Dalam Novel Bidadari Karya Titie Said. Semarang.



















ASPEK PSIKOLOGI TOKOH UTAMA DALAM CERPEN MENANTI KEMATIAN KARYA JUJUR PRANANTO












Disusun oleh:
Nama: Nopi Andri
Kelas: VI J
NPM: 06410397


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
IKIP PGRI SEMARANG